Kejayaan Dr Sh Muzaffar ke ISS merupakan satu pencetus kepada perkembangan teknologi roket di Malaysia. Kemajuan teknologi roket yang membawa kepada penghantaran satelit dan manusia ke angkasa bukan sahaja bertujuan menaikkan nama negara tetapi sebagai penanda aras kemajuan sains dan teknologi negara. Untuk menghantar satelit atau manusia ke angkasa memerlukan ramai saintis yang benar-benar pakar dalam pelbagai disiplin dan bidang. Berpuluh-puluh atau tak keterlaluan beratus-ratus bidang dan disiplin 'terpaksa' dimajukan untuk memajukan teknologi roket atau aeroangkasa ini. Kejayaan dalam aeroangkasa akan membolehkan rakyat dan para ilmuan 'disuntik' dengan 'semangat luar biasa' seperti mana negara-negara 30 buah negara yang menganggotai 'kelab roket' sedunia. Korea Selatan yang lebih lewat menghantar angkasawan berbanding kita akan menghantar angkasawan dengan roket sendiri dalam masa 2 tahun lagi. China telah berjaya melakukannya pada tahun lepas. Menurut Dr Sh Muzaffar, kerajaan sepatutnya memajukan bidang roket selepas penghantaran angkasawan 'penumpang' pertama. Begitu juga persatuan roket Malaysia telah beberapa kali memohon dan merayu untuk mendapat dana yang belum pernah diterima setakat ini. Di Indonesia, usaha membuat roket telah bermula sejak tahun 1964 lagi dan kerajaan mereka mempunyai sasaran jelas tentang kemajuan roket yang patut dicapai. Baru-baru ini mereka telah berjaya menghantar roket ke angkasa. Dalam masa 2 tahun lagi mereka akan menghantar roket bersama-sama pelancaran satelit ke angkasa yang semuanya menggunakan teknologi tempatan. Berikut adalah beberapa berita tentang pencapaian mutaakhir mereka.
Anak Bangsa di Balik Peluncuran Roket Prestisius di Bumi Indonesia
Para anak bangsa di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) sedang membuat proyek prestisius: roket pengantar satelit (RPS). Sesuai namanya, roket itulah yang akan mengantarkan satelit ke orbit. Kalau sukses, Indonesia masuk jajaran negeri elite di teknologi antariksa.
FAROQ ZAMZAMI, Jakarta
SEPINTAS jika melihat namanya, Pusat Teknologi Wahana Dirgantara (Pustekwagan), tentu orang akan membayangkan fasilitas menuju tempat penelitian dan pengolahan roket itu akan memadai. Namun, kenyataannya, pusat riset di Desa Mekarsari, Rumpin, Kabupaten Bogor, itu lokasinya sangat terpencil.
Tidak hanya itu, jalan menuju pusat teknologi tersebut juga sudah rusak parah. Kondisi itu terlihat ketika memasuki Kecamatan Rumpin. Hampir seluruh badan jalan berlubang dan aspalnya terkelupas. Maklum, ruas jalan tersebut digunakan untuk lalu lintas truk pengangkut material bangunan.
Di tengah lingkungan seperti itulah, para ilmuwan dari lembaga yang berada di bawah Lapan, termasuk Dr Rika Andiarti, kepala Bidang Kendali Lapan, bekerja mengembangkan roket temuannya, RPX 420, yang rencananya diluncurkan dua bulan mendatang.
"Saat ini Lapan memang sedang memiliki program besar. Yakni, meluncurkan satelit dari bumi Indonesia," kata Rika Andiarti kepada IndoPos (Jawa Pos Group) dengan bersemangat.
Wanita berjilbab itu lalu menjelaskan tahap-tahap pembuatan roket RPX 420 yang menurutnya merupakan roket terbesar yang pernah dibuat Lapan. "Roket itu diperkirakan memiliki berat 1 ton," kata wanita berkacamata yang hari itu mengenakan jilbab warna hitam tersebut.
Sembari menjelaskan, doktor lulusan Ecole Centrale de Nantes, Prancis, itu menunjukkan buku catatan yang berisi gambar tentang rangkaian roket dan hitung-hitungan daya jangkaunya. Untuk menerbangkan satelit, kata dia, dibutu*kan roket yang mampu menjangkau ketinggian 300 kilometer dari permukaan bumi. Sebab, pada ketinggian itulah satelit bisa mengorbit.
"Yang sedang kami kembangkan adalah roket RX 320 dan RX 420. Gabungan roket itu kami beri nama RPX 420," kata Rika.
Meski belum bisa dilakukan di negeri sendiri, wanita kelahiran Sukabumi, Jawa Barat, 30 Januari 1967, itu mengakui bahwa pemerintah Indonesia sudah sering meluncurkan satelit. Tahun lalu, misalnya, pemerintah bekerja sama dengan Jerman meluncurkan satelit dengan nama Lapan-Tubsat. Yakni, kerja sama antara Lapan dengan Technische Universitat Berlin (Universitas Teknik Berlin).
Satelit Lapan-Tubsat itu berbentuk kotak berberat 57 kilogram dengan dimensi 45 x 45 x 27 sentimeter. Satelit itu bertugas memantau kabakaran hutan, banjir, dan gunung berapi di wilayah Indonesia.
Ibu dua anak itu menjelaskan, RX 320 memiliki diameter 32 sentimeter, sedangkan RX 420 memiliki diameter 42 sentimeter. Roket yang sudah diujiterbangkan adalah RX 320. Saat itu dua roket RX 320 diujiterbangkan di Garut, Jawa Barat. Hasilnya, sangat memuaskan alias sesuai yang diinginkan. Sedangkan RX 420 baru dilakukan uji statis di lingkungan Pustekwagan. Uji statis juga menunjukkan hasil positif. Salah satu indikatornya adalah motor roket tidak meledak.
Sementara itu, rencana uji terbang roket pada Mei nanti terdiri atas gabungan RX 320 dan RX 420. Komposisinya, tiga rangkaian RX 420 dan satu RX 320. Skenarionya, tiga RX 420 berada di bagian bawah dan RX 320 yang di atas. Roket itu akan membawa satelit berukuran kecil atau nanosatelit. Berat satelit tak lebih dari 5 kilogram.
Dari perhitungannya, jika dilontarkan dengan sudut elevasi 70 derajat, RX 420 akan memiliki daya jangkau 105 kilometer dengan ketinggian 50 kilometer. Jika sudut elevasinya 60 derajat, daya jangkaunya adalah 95 kilometer dengan ketinggian 45 kilometer.
Bagaimana kalau diluncurkan dengan posisi tegak lurus? "Roket tak pernah diterbangkan dengan sudut elevasi 90 derajat. Pasti akan jatuh kembali di tempat awal roket diterbangkan," katanya lantas tersenyum.
Rangkaian tiga roket RX 420 dan RX 320 diharapkan mampu menjangkau ketinggian 300 kilometer. Tak hanya mencapai target ketinggian yang ditetapkan, Lapan juga berharap roket tersebut memiliki kecepatan 7,7 kilometer per detik. Dengan posisi tersebut, satelit akan mampu bekerja.
Sudah cukup? Walaupun jangkauan sudah sesuai keinginan, pihaknya juga sedang mengkaji kemampuan satelit ketika berada di angkasa. Untuk itu, pihaknya akan memberi sistem pemindai elektronik dan beberapa sensor pada roket. Yakni, sensor percepatan, GPS, dan lain-lain. "Alat-alat itu akan membaca ketinggian dan perilaku roket saat terbang," katanya.
Dengan sistem seperti itu, lanjut Rika, roket tak hanya sampai ke orbit, tapi juga mampu mengirim pesan-pesan yang diinginkan ke bumi.
Rika mengakui, kemampuannya membuat roket murni didapat dari mempelajari berbagai literatur. Sangat tidak mungkin belajar membuat roket dari negara lain. Sebab, sekitar 34 negara yang menguasai teknologi ini di forum Missile Technology Control Regime (MTCR) cenderung mempertahankan eksklusivitas mereka. Teknologi roket antariksa sangat mudah diubah menjadi rudal balistik (peluru berpandu).
"Saya belajarnya, ya text book. Kalau saya belajar di luar negeri, pasti nggak boleh lagi balik ke Indonesia," katanya lantas tertawa.
Selama menjadi ilmuwan di Pustekwagan, Rika sudah menghasilkan ratusan roket. Mulai yang berdiameter kecil hingga yang besar.
Berapa dana yang diperlukan untuk membuat RPX 420? Menurut warga Vila Serpong, Tangerang itu, biayanya bergantung pada besar kecilnya roket. "Kalau untuk RPX 420, berapa dananya saya belum tahu. Banyak komponen yang dihitung," katanya.
Seperti Rika Andiarti, Drs Sutrisno MSi juga ikut sibuk dengan para anggota pembuat roket lain di Lapan. Walaupun tampak lelah, pria berkacamata itu bersemangat menjelaskan proses pembuatan roket RPX 420. Kata dia, roket yang saat ini dikerjakan ilmuwan Pustekwagan itu adalah proyek besar. Dengan bobot sekitar 1 ton, itu roket terbesar yang pernah dibuat Lapan.
"Kebetulan kami baru selesai rapat penting membahas pengerjaan roket juga," kata Sutrisno dengan ramah.
Dalam proses pembuatan roket, jelasnya, setidaknya ada lima disiplin ilmu yang saling terkait. Yakni, bidang proporsi, propelan, struktur, kendali, dan pengujian. Bidang propelan yang dia geluti kebagian tugas membuat propelan dan insulansi sistem penyalaan.
Ayah dua anak itu mengaku harus menyiapkan sendiri propelan yang akan digunakan. Mulai proses awal, yakni mencampur adonan, hingga sudah menjadi propelan padat yang siap menerbangkan roket.
Dalam pengerjaan bahan bakar tersebut, Kepala Bidang Propelan Pustekwagan dibantu sedikitnya 36 pekerja. "Semua kita yang kerjakan. Mulai awal hingga akhir," katanya.
Untuk menerbangkan satu roket RX 420, kata dia, sedikitnya dibutu*kan 600 kilogram propelan padat. Bahan bakar seberat ratusan kilogram itu mampu menerbangkan satu roket RX 420 dengan panjang 3,7 meter. Perhitungannya, jika dilontarkan dengan sudut elevasi 70 derajat, roket punya daya jangkau 105 kilometer dengan ketinggian 50 kilometer.
Alumnus S-2 Materials Science Universitas Indonesia, Jakarta, itu menjelaskan, diperlukan lima komponen penting pada motor roket pengantar satelit. Yakni, tabung motor roket. Tabung itu biasanya terbuat dari aluminium atau steel. Komponen kedua adalah cap, tutup roket bagian atas. Selanjutnya nozzle yang menghasilkan gaya dorong dan sistem penahan panas atau insulansi. Terakhir komponen penyala yang ada pada bagian dalam motor roket.
Sejauh ini roket-roket yang dihasilkan Lapan digunakan untuk kepentingan sipil serta pengusahaan teknologi roket. Sebab, penggunaan roket diidentikan untuk dua hal. Yakni, untuk kepentingan sipil dan perang (pertahanan).
Bagaimana jika nanti roket buatan Lapan justru digunakan untuk berperang? Pria yang meraih gelar S-1 dari Jurusan Kimia Universitas Gajah Mada (UGM), Jogjakarta, itu menilai tidak terlalu mempermasalahkan. Asal berperang untuk kedamaian dan demi kepentingan negara.
"Roket itu kan seperti pisau, bergantung pada siapa yang memegang. Kalau ibu-ibu yang memegang, tentu akan digunakan untuk alat memasak," katanya lantas tertawa. (el)
Sumber:Jawa Pos
Jumat 20 Maret 2009
No comments:
Post a Comment